Serikat Karyawan Taspen "Mengawal Perusahaan, Mengayomi Karyawan"

Kamis, 21 Maret 2013

Iuran Jaminan Kesehatan Masih Dibahas

Pemerintah masih terus menggodok peraturan pelaksana dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diamanatkan dari UU SJSN dan UU BPJS. Salah satunya adalah Peraturan Presiden (Perpres) tentang besaran iuran jaminan kesehatan untuk peserta yang bukan penerima bantuan iuran (PBI).

Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Nasrudin mengatakan, terkait iuran itu tercantum dalam pasal 19 UU BPJS. Untuk pekerja formal, Perpres itu salah satunya mengatur berapa presentase yang dibebankan kepada pemberi kerja dan pekerja dalam iuran BPJS Kesehatan.
Sampai saat ini, lanjut Nasrudin belum ada kesepakatan di tingkat pemerintah mengenai besaran presentase iuran yang akan dibebankan itu. Namun, merujuk pasal 19 ayat (1) UU BPJS, pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS.
Berbeda dengan penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh Jamsostek saat ini yang iuran sepenuhnya dibayarkan oleh pengusaha, iuran jaminan kesehatan BPJS nanti akan dibebankan kepada pekerja dan pengusaha. Nasrudin mencontohkan, dari lima persen total iuran untuk BPJS Kesehatan, pemberi kerja membayar iuran 4,5 persen dan pekerja 0,5 persen.
Nasrudin memperkirakan pembahasan komposisi iuran itu akan dilakukan di tingkat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) yang terdiri dari perwakilan pemerintah, pengusaha dan pekerja. Hasil dari LKS Tripnas ini akan dibawa Kemenakertrans untuk dibahas dengan kementerian lain terkait BPJS. Salah satunya, Kemenkumham.
Terpisah, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan RPerpres iuran BPJS Kesehatan untuk peserta non PBI masih dalam proses pembahasan. Penyusunan regulasi itu dilakukan oleh tim yang terdiri dari lintas kementerian. “Targetnya, regulasi tersebut selesai bulan September tahun ini,” kata Nafsiah usah kepada wartawan usai Rapat Koordinasi BPJS di gedung Kemenkes di Jakarta, Rabu (20/3).
Sementara, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Husni Situmorang, mengatakan Rpepres iuran itu akan ditujukan untuk mengatur iuran untuk PBI, pekerja formal dan informal. Untuk PBI, iurannya dibayar oleh negara dan pekerja informal membayar secara mandiri. Sedangkan pekerja formal akan dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja yang bersangkutan.
Kecewa
Serikat pekerja kecewa terhadap kesepakatan yang dihasilkan dalam Rakorkesra BPJS yang berlangsung di gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kemarin. Menurut anggota Presidium BPJS Watch, Timboel Siregar, rapat koordinasi lintas kementerian itu menyepakati untuk iuran PBI sebesar Rp15.500 tiap orang tiap bulan dan jumlah peserta PBI 86,4juta orang. Mengacu hal itu, Timboel menilai pemerintah tak peka melihat masalah sosial yang terjadi di masyarakat, khususnya angka kemiskinan.
Timboel mencatat, sebelumnya pemerintah menargetkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI) mampu menyasar 40 persen kelompok masyarakat golongan ekonomi bawah. Yaitu 29 juta orang miskin dan 70 juta orang rentan jatuh miskin. Jika pemerintah konsisten dengan program MP3KI, Timboel berpendapat seluruh jumlah tersebut mestinya dimasukan sebagai peserta PBI.
Menurut Timboel, hal itu selaras dengan amanat pasal 15 PP PBI yang menyebut penetapan jumlah PBI Jamkes pada tahun 2014 menggunakan data hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 (PPPLS 2011) yaitu 96,7 juta orang. Timboel mengatakan, harusnya para menteri yang hadir dalam Rakorkesra tersebut, termasuk DJSN, mempertahankan angka 96,7 juta orang dan iuran PBI sebesar Rp22.200 tiap orang/bulan.
Apalagi, Timboel menghitung APBN mampu menanggung anggaran yang dibutuhkan untuk PBI sebesar Rp25 triliun. Upaya yang akan dilakukan serikat pekerja dalam menyikapi hasil Rakorkesra tersebut selain melakukan demonstrasi adalah mendesak DPR menggunakan hak budget untuk membatalkan kesepakatan itu. “Atas sikap pemerintah itu kami menolak keputusan tersebut dan buruh siap bergerak,” ujarnya kepada hukumonline lewat pesan singkat, Kamis (21/3).
Tentang jumlah peserta PBI sebesar 86,4 juta orang, Chazali menjelaskan, pasal 15 PP PBI tak menyebutkan jumlah peserta PBI sebesar 96,7juta orang. Walau begitu Chazali mengakui ketentuan tersebut mengacu PPPLS 2011. Namun, untuk menetapkan jumlah peserta PBI adalah hasil koordinasi antara Menteri Sosial dengan Kementerian Keuangan. Setelah dibahas dalam Rakorkesra, antar kementerian sepakat untuk tidak menggunakan angka maksimal hasil PPLS 2011, tapi sekitar 30 persen atau 86,4 juta orang. “PP PBI itu tak menyebut angka (96,7 juta orang,-red), tapi kalau mengacu angka ya harus diikuti,” pungkasnya. sumber:hukumonline

Tidak ada komentar:

Posting Komentar