Serikat Karyawan Taspen "Mengawal Perusahaan, Mengayomi Karyawan"

Minggu, 17 Maret 2013

PGN Digugat Eks Pegawai Gara-Gara Sock Adaptor

Bagaimana status hukum hasil karya atau hasil desain yang dibuat seorang karyawan saat masih bekerja di perusahaan? Bagaimana kalau desain itu didaftarkan setelah karyawan keluar atau pensiun? Pertanyaan inilah yang kini akan dijawab oleh Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat. Saat ini, Pengadilan Niaga tengah menangani gugatan M. Rimba Aritonang terhadap PT Perusahaan Gas Negara Tbk (Persero). Rabu (13/3) pekan lalu, sidang sudah memasuki tahap pembuktian.

Rimba Aritonang dan PGN berseteru gara-gara sock adaptor. Rimba  melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum dan tuntutan ganti rugi. Ia menuding PGN telah menggunakan desain sock adaptor buatannya tanpa izin. Rimba meyakini PGN tahu siapa pemegang hak eksklusif desain industri atas sock adaptor itu.
Untuk memperguat argumen, Rimba Aritonang menunjukkan bukti pendaftaran di Ditjen HKI pada Agustus 2006. Ia mendaftarkan ‘Desain Sambungan Pelindung Pipa’ berdasarkan UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Sebagai pemegang hak, Rimba bisa menentukan pemakaian sendiri hak atau mengalihkan kepada orang lain berdasarkan lisensi. Jangka waktu hak eksklusif normatifnya berlangsung selama 10 tahun.
Poltak Aritonang, pengacara Rimba, mengatakan PGN telah menggunakan desain sambungan pelindung pipa buatan kliennya secara tanpa hak. Karena itu, Rimba melayangkan gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata juncto Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 46 ayat (1) UU Desain Industri. Berdasarkan aturan ini, pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, atau mengedarkan barang hasil desain. Gugatan dapat berupa gugatan ganti rugi, penghentian perbuatan, atau gabungan keduanya.
Diakui Poltak, sudah ada upaya menyelesaikan sengketa itu sebelum masuk ke pengadilan. Bahkan PGN sudah membuat konsep kesepakatan dalam bentuk ‘Berita Acara Serah Terima Hak Kekayaan Intelektual Desain Industri Sambungan Pelindung Pipa’. Upaya ini tak mencapai titik temu. Alhasil, Rimba meneruskan upayanya ke pengadilan. “Perbuatan PGN telah menimbulkan kerugian kepada Penggugat,baik materil maupun moril,” kata Poltak Aritonang, pengacara Rimba.
Digugat untuk membayar ganti rugi materiil lebih dari Rp32 miliar, plus immateriil Rp100 miliar, PGN tak tinggal diam. Perusahaan gas negara ini balik melayangkan gugatan rekonpensi.
Andreas Nahot, pengacara PGN, menyebut fakta bahwa Rimba Aritonang adalah eks karyawan yang bekerja di PGN dalam periode 1967-1997. Rimba pernah menjadi Kepala Pelaksana Teknis Proyek Pemjadig Sumut. Sebagai Kepala Pelaksana, Rimba bersama rekannya, Sugihartono diperintahkan Direksi PGN untuk membuat desain sock adaptor. PGN mengklaim yang membuat desain dan gambar alat itu adalah Sugihartono. Karena desain dibuat selama masa pekerjaan dinas, maka secara hukum, pemegang hak desain industri itu adalah PGN’. “PGNselaku pihak yang dalam dinasnya desain industri itu dikerjakan sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) UU Desain Industri,”tulis kuasa hukum PGN dalam berkas jawabannya.
Desain sambungan pelindung pipa yang disengketakan justru sudah diproduksi sejak 1990, ketika Rimba masih bekerja di PGN. Artinya, ketika didaftarkan pada Agustus 2006, seharusnya tidak ada unsur kebaruan sebagai syarat pendaftaran desain industri. Karena itu, kata Nahot, pendaftaran desain itu cacat hukum. “Kami punya bukti kok kalau barang itu sudah ada sejak 1990 dan modelnya sama persis,” ujar Nahot kepada hukumonline, Minggu (17/3).
Poltak membenarkan kliennya pernah bekerja di PGN. Tetapi ia mengatakan desain kliennya memiliki unsur kebaruan dan perbedaan. “Sistem pendaftaran kita mengatur satu garis saja, warna beda, bahan beda, bisa didaftarkan,” ujarnya.
Dijelaskan Poltak, sebelum kliennya mendapatkan hak eksklusif, Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM sudah mengumumkan pendaftaran. Selama masa yang ditentukan, PGN tak pernah menyanggah pengumuman itu.
Sebaliknya, PGN mengatakan tak tahu ada pengumuman itu karena hanya ada di papan pengumuman kantor Ditjen HKI. PGN meminta majelis hakim Pengadilan Niaga menolak gugatan Rimba. “Untuk itu, kami meminta kepada majelis hakim untuk menyatakan Rimba Aritonang beriktikad tidak baik pada saat mengajukan permintaan pendaftaran desain sock adaptor,” tandasnya. sumber:hukumonline

Tidak ada komentar:

Posting Komentar