Serikat Karyawan Taspen "Mengawal Perusahaan, Mengayomi Karyawan"

Selasa, 05 Maret 2013

Pekerja Diimbau Kawal Pemanggilan Paksa Dahlan Iskan

Sejumlah anggota Komisi IX DPR mengimbau agar serikat pekerja mengawal proses pemanggilan paksa Menteri BUMN, Dahlan Iskan, untuk hadir ke Komisi IX DPR membahas penyelesaian masalah ketenagakerjaan di perusahaan BUMN.

Ketua Komisi IX dari fraksi PDIP, Ribka Tjiptaning mengatakan Komisi sudah berupaya mengundang Menteri BUMN untuk membahas persoalan tersebut. Ironisnya, sudah tiga kali undangan itu dilayangkan, tak sekalipun Menteri BUMN menginjakkan kaki ke ruang sidang Komisi di DPR. Ribka berpendapat DPR berhak melakukan pemanggilan paksa.
Ketidakhadiran Dahlan itu membuat kesal anggota Komisi IX DPR. Untuk itu di tengah ratusan pekerja BUMN yang menggelar demonstrasi di depan gedung DPR pada Selasa (5/3), Ribka meminta agar serikat pekerja mengawal proses pemanggilan paksa itu.
Rencananya, upaya tersebut akan dilakukan pada Kamis (14/3). Ribka menjelaskan, DPR akan meminta Kapolri untuk memanggil paksa Menteri BUMN ke DPR, seiring polisi menjemput Menteri yang bersangkutan, Ribka berharap serikat pekerja ikut dalam proses itu.
Pasalnya, Ribka khawatir pemanggilan paksa itu tak berhasil karena kemungkinan aparat kepolisian tak berdaya. “Kalau tidak dikawal nanti polisinya 'masuk angin' (berkolusi,-red),” kata dia ketika berorasi di tengah ratusan massa aksi, Selasa (5/3).
Tak hanya itu, Ribka mengatakan Komisi IX sepakat untuk menghimpun 20 tanda tangan anggota DPR untuk mengajukan hak interpelasi. Dengan menggunakan hak itu, Ribka berharap Menteri BUMN dijatuhkan sanksi tegas. Baginya, langkah itu perlu dilakukan karena Menteri BUMN dinilai tak serius menuntaskan masalah ketenagakerjaan yang menyelimuti perusahaan BUMN.
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi IX dari fraksi PKS, Arief Minardi, teknisnya nanti, Komisi IX akan mengirim surat ke Ketua DPR agar Dahlan Iskan dipanggil paksa. Kemudian, Ketua DPR melayangkan surat kepada Kapolri dan aparat kepolisian bergerak untuk menjemput Dahlan Iskan. Ketika penjemputan itulah menurut Arief butuh pengawalan dari serikat pekerja. Pasalnya, sebagaimana yang disebut Ribka, Arief cemas proses itu akan gagal. “Kumpulkan satu juta pekerja untuk mengawal penjemputan paksa itu,” tegasnya dari atas mobil komando yang dikelilingi massa aksi.
Ketika pemanggilan paksa berhasil dilakukan, mantan ketua serikat pekerja PT Dirgantara Indonesia -salah satu perusahaan BUMN- itu melanjutkan, Menteri BUMN bisa disandera 15 hari. Mengacu peraturan perundang-undangan yang ada dalam masa penyanderaan itu, Menteri BUMN akan dipaksa untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan di perusahaan BUMN. Baginya tak ada alasan perusahaan BUMN tak sanggup memenuhi hak pekerja. Dia mencatat keuntungan perusahaan BUMN per tahun mencapai puluhan triliun rupiah.
Sementara menurut Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, mengakui tak sedikit anggotanya yang menjadi korban pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang dilakukan manajemen di perusahaan BUMN. Misalnya, di PT Petrokimia Gresik, pekerja outsourcing bekerja di jenis kegiatan inti.
Padahal, mengacu UU Ketenagakerjaan, pekerjaan outsourcing hanya dibolehkan untuk jenis kegiatan penunjang dan sifatnya sementara. Belum lagi soal diskriminasi antara pekerja outsourcing dan tetap. Seperti soal peralatan keamanan dalam bekerja, pekerja outsourcing mendapat alat-alat keamanan kerja yang kualitasnya lebih rendah. Hal serupa juga terjadi pada hak lainnya seperti upah.
Begitu pula dengan nasib pekerja outsourcing di PT Pertamina, hampir setiap unit produksi dikerjakan oleh pekerja outsourcing. Walau jenis pekerjaan yang dilakukan antara pekerja outsourcing dan tetap itu sama, tapi upah, peralatan keselamatan yang digunakan untuk bekerja, sangat berbeda. Nining mengatakan diskriminasi itu melanggar pasal 5 dan 6 UU Ketenagakerjaan.
Nining menjelaskan, dalam menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi, KASBI selalu mengutamakan proses dialogis. Misalnya, kasus ketenagakerjaan di PT Pertamina, dengan dimediasi oleh Kemenakertrans, dilakukan perundingan pada 18 Juli 2012. Hasilnya, ada 10 poin kesepakatan yang ditandatangani serikat pekerja, manajemen Pertamina dan disaksikan pihak Kemenakertrans.
Alih-alih menjalankan kesepakatan itu, Pertamina malah mengajukan gugatan pembatalan kesepakatan tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. “Hal ini menunjukan kurangnya iktikad baik pihak Pertamina dalam menyelesaikan persoalan,” urainya.
Sementara, Sekjen DPP Aspek Indonesia yang juga anggota Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Sabda Pranawa Djati, mengatakan hal serupa juga menimpa Serikat Pekerja PT Graha Sarana Duta (Sejagad). Menurutnya, pengurus dan anggota serikat pekerja yang tergabung dalam Aspek Indonesia itu dilanggar hak-hak normatifnya oleh anak perusahaan PT Telkom yaitu PT Graha Sarana Duta (GSD).
Sabda menjelaskan, PT GSD mempekerjakan pekerja outsourcing untuk ditempatkan di salah satu perusahaan BUMN yaitu PT Telkom. Jenis pekerjaan yang diselenggarakan PT GSD di antaranya sekuriti dan jasa kebersihan. Namun, pekerjaan yang diselenggarakan itu dilakukan dengan melanggar hukum. Misalnya, seorang sekuriti, bekerja selama 18 tahun dengan status outsourcing, upah di bawah upah minimum, upah lemburnya dibayar tak sesuai aturan, pemberangusan serikat pekerja dan pemotongan upah serta pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak. Menurutnya hal itu dialami oleh ratusan anggota Sejagad.
Di hari yang sama, usai mengikuti rapat dengan Komisi IX, Dirjen PHI dan Jamsos Kemenakertrans, Ruslan Irianto Simbolon, mengatakan Kemenakertrans sudah berupaya maksimal menuntaskan masalah ketenagakerjaan di perusahaan BUMN. Misalnya dengan menerbitkan rekomendasi atau melakukan mediasi.
Dia berpendapat yang dibutuhkan saat ini adalah iktikad baik dari perusahaan BUMN dan Kementerian BUMN untuk melaksanakan apa yang telah disepakati dengan pekerja. “Pekerja tidak usah khawatir, Menakertrans terus mengawal sampai penyelesaian itu terealisasi,” pungkasnya. sumber:hukumonline

Tidak ada komentar:

Posting Komentar