Serikat Karyawan Taspen "Mengawal Perusahaan, Mengayomi Karyawan"

Minggu, 24 Februari 2013

DPR Dinilai Tak Layak Dapat Dana Pensiun

Kooordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi, menilai anggota DPR tak layak mendapat dana pensiun. Menurutnya, anggota DPR adalah politisi, bukan pekerja atau aparatur negara setingkat PNS. Bagi Uchok, politisi merupakan 'pekerjaan' luhur, karena pekerjaan itu pada dasarnya tak pernah mengharapkan imbalan apapun baik dari rakyat atau negara. Dalam menjalankan kerja-kerjanya, politisi mengandalkan intelektualitas untuk memecahkan persoalan bangsa ini.

Tapi, ketika anggota DPR sebagai politisi ingin mendapatkan anggaran pensiun, Uchok melanjutkan, berarti DPR bukan lagi sebagai politisi, tapi seorang pekerja. Bagi Uchok, seorang pekerja sangat wajar menginginkan pensiun, karena untuk memenuhi kebutuhan hidup, pekerja hanya mengandalkan upah. Sementara, DPR kegiatannya sangat aktif dan upahnya lebih besar ketimbang pekerja. Belum lagi ada berbagai fasilitas yang tersedia untuk anggota DPR. Seperti stah ahli, staf pribadi, rumah dan mobil dinas.
“Kalau masih minta dana pensiun, itu namanya serakah sekali karena dampak ini akan menghabiskan uang negara,” kata Uchok kepada hukumonline lewat pesan singkat, Jumat (22/2).
Menurut Uchok, jika anggota DPR ingin mendapat dana pensiun, seharusnya tidak mengambil dari anggaran negara. Tapi, pasca dilantik, anggota dan Sekjend DPR harusnya mendaftarkan anggota DPR dalam program asuransi dana pensiun yang skemanya di luar anggaran APBN. Sedangkan preminya, dibayar dari kocek anggota DPR itu sendiri.
Ketika ditanya apakah ada landasan hukum bagi DPR untuk mendapat dana pensiun, Uchok menjawab hal itu diatur dalam UU No. 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Berkas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara. Menurutnya, peraturan itu lebih baik dicabut.
Sampai saat ini Uchok mengaku belum melakukan upaya untuk mengajukan judicial review atas ketentuan itu. Namun, jika dalam perjalanannya nanti anggota DPR tetap ngotot ingin mendapat dana pensiun, Uchok mengatakan langkah hukum itu berpotensi besar akan dilakukan. “Ke arah sana (judicial review,-red), terbuka kemungkinannya,” ucapnya.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPR dari FPDIP, Eva Sundari Kusuma, mengatakan dana pensiun itu merupakan hak protokoler pejabat tinggi negara. Baik itu DPD, Menteri, Duta Besar non karir, termasuk DPR. Sejalan dengan itu, UU No.12/1980 menurut Eva sudah mengatur dana pensiun itu dengan sejumlah batasan dan selama ini sudah berjalan. “Yang satu periode akan terima pensiun lima tahun, asal sudah mengabdi minimal dua setengah tahun, kalau dua periode akan pensiun seumur hidup,” katanya kepada hukumonline lewat pesan singkat, Jumat (22/2).
Atas dasar itu, Eva berpendapat dana pensiun itu wajar untuk penghargaan dan pengamanan bagi anggota DPR setelah mengabdi. Karena selama menjadi anggota DPR, tidak boleh merangkap jabatan lain. Eva mencontohkan dirinya, tidak punya pekerjaan lain, hanya sebagai anggota DPR, oleh karenanya dana pensiun itu dirasa cukup membantu dirinya. “Saya butuh dana pensiun yang jumlahnya dua jutaan itu, mosok habis mengabdi (di DPR,-red) lalu keleleran,” pungkasnya. sumber:hukumonline

Tidak ada komentar:

Posting Komentar