Kooordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk
Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi, menilai anggota DPR
tak layak mendapat dana pensiun. Menurutnya, anggota DPR adalah
politisi, bukan pekerja atau aparatur negara setingkat PNS. Bagi Uchok,
politisi merupakan 'pekerjaan' luhur, karena pekerjaan itu pada dasarnya
tak pernah mengharapkan imbalan apapun baik dari rakyat atau negara.
Dalam menjalankan kerja-kerjanya, politisi mengandalkan intelektualitas
untuk memecahkan persoalan bangsa ini.
Tapi, ketika anggota DPR sebagai politisi ingin mendapatkan anggaran
pensiun, Uchok melanjutkan, berarti DPR bukan lagi sebagai politisi,
tapi seorang pekerja. Bagi Uchok, seorang pekerja sangat wajar
menginginkan pensiun, karena untuk memenuhi kebutuhan hidup, pekerja
hanya mengandalkan upah. Sementara, DPR kegiatannya sangat aktif dan
upahnya lebih besar ketimbang pekerja. Belum lagi ada berbagai fasilitas
yang tersedia untuk anggota DPR. Seperti stah ahli, staf pribadi, rumah
dan mobil dinas.
“Kalau masih minta dana pensiun, itu namanya serakah sekali karena
dampak ini akan menghabiskan uang negara,” kata Uchok kepada hukumonline
lewat pesan singkat, Jumat (22/2).
Menurut Uchok, jika anggota DPR ingin mendapat dana pensiun, seharusnya
tidak mengambil dari anggaran negara. Tapi, pasca dilantik, anggota dan
Sekjend DPR harusnya mendaftarkan anggota DPR dalam program asuransi
dana pensiun yang skemanya di luar anggaran APBN. Sedangkan preminya,
dibayar dari kocek anggota DPR itu sendiri.
Ketika ditanya apakah ada landasan hukum bagi DPR untuk mendapat dana pensiun, Uchok menjawab hal itu diatur dalam UU No. 12 Tahun 1980
tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara Serta Berkas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara. Menurutnya, peraturan
itu lebih baik dicabut.
Sampai saat ini Uchok mengaku belum melakukan upaya untuk mengajukan
judicial review atas ketentuan itu. Namun, jika dalam perjalanannya
nanti anggota DPR tetap ngotot ingin mendapat dana pensiun, Uchok
mengatakan langkah hukum itu berpotensi besar akan dilakukan. “Ke arah
sana (judicial review,-red), terbuka kemungkinannya,” ucapnya.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPR dari FPDIP, Eva Sundari
Kusuma, mengatakan dana pensiun itu merupakan hak protokoler pejabat
tinggi negara. Baik itu DPD, Menteri, Duta Besar non karir, termasuk
DPR. Sejalan dengan itu, UU No.12/1980 menurut Eva sudah mengatur dana
pensiun itu dengan sejumlah batasan dan selama ini sudah berjalan. “Yang
satu periode akan terima pensiun lima tahun, asal sudah mengabdi
minimal dua setengah tahun, kalau dua periode akan pensiun seumur
hidup,” katanya kepada hukumonline lewat pesan singkat, Jumat (22/2).
Atas dasar itu, Eva berpendapat dana pensiun itu wajar untuk
penghargaan dan pengamanan bagi anggota DPR setelah mengabdi. Karena
selama menjadi anggota DPR, tidak boleh merangkap jabatan lain. Eva
mencontohkan dirinya, tidak punya pekerjaan lain, hanya sebagai anggota
DPR, oleh karenanya dana pensiun itu dirasa cukup membantu dirinya.
“Saya butuh dana pensiun yang jumlahnya dua jutaan itu, mosok habis
mengabdi (di DPR,-red) lalu keleleran,” pungkasnya. sumber:hukumonline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar